
Pangkalpinang, 7 Oktober 2025 – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kepulauan Bangka Belitung (Kanwil Kemenkum Babel) turut berpartisipasi secara daring dalam kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenkum Sulawesi Utara dengan topik “Analisis Evaluasi Dampak Permenkum Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum”, Selasa (7/10).
Kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid ini dibuka oleh Kepala Kanwil Kemenkum Sulawesi Utara, Kurniawan, serta menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten di bidang hukum, di antaranya Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN, Constantinus Kristomo; Advokat sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013–2015, Hamdan Zoelva; Kepala Divisi P3H Kanwil Kemenkum Sulawesi Utara, Apri Listiyanto; serta Ketua LBH Bolaang Mongondow Raya, Eldy Satria N. Diskusi dipandu oleh Amanda Komaling selaku moderator.
Dari Kanwil Kemenkum Babel, kegiatan diikuti oleh Kepala Kantor Wilayah, Johan Manurung, bersama Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Kaswo, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Rahmat Feri Pontoh, serta jajaran pejabat fungsional di bidang peraturan perundang-undangan dan bantuan hukum.
Dalam sambutannya, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum Republik Indonesia, Andry Indrady, menegaskan bahwa kegiatan ini memiliki peran penting dalam memperkuat kolaborasi antara perumus kebijakan dan pelaksana di daerah guna memperluas akses terhadap keadilan. “Melalui diskusi ini diharapkan muncul rumusan masukan dan rekomendasi kebijakan yang berorientasi pada peningkatan peran serta kualitas paralegal, penyelarasan standar pelaksanaan bantuan hukum, dan penguatan efektivitas regulasi agar manfaatnya semakin dirasakan oleh masyarakat miskin pencari keadilan,” ujarnya.
Pelaksanaan Permenkum Nomor 3 Tahun 2021 dinilai sebagai langkah strategis dalam memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan, terutama di wilayah yang belum terjangkau advokat. Paralegal menjadi mitra strategis Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dalam menjalankan penyuluhan, konsultasi, dan advokasi nonlitigasi. Namun, hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat beberapa tantangan, seperti keterbatasan kapasitas paralegal, kurangnya sistem pembinaan dan pengawasan, serta belum adanya skema perlindungan hukum yang memadai.
Diskusi juga menyoroti pentingnya mengubah paradigma bantuan hukum dari layanan pasif menjadi gerakan aktif pemberdayaan masyarakat. Bantuan hukum diharapkan dapat mendorong tiga pilar utama, yakni perlindungan hukum individual, perubahan sosial melalui advokasi struktural, serta jaminan atas hak-hak dasar warga negara melalui pendekatan konstitusional.
Lebih lanjut, penguatan kebijakan di masa depan akan difokuskan pada penyempurnaan regulasi untuk memperjelas batas kewenangan dan sertifikasi paralegal, integrasi data berbasis kinerja, serta peningkatan kapasitas melalui pelatihan yang sesuai kebutuhan daerah. Dukungan anggaran yang berkelanjutan dan sinergi lintas sektor antara pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan bantuan hukum nonlitigasi yang lebih terarah dan berkeadilan.
Kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif antara narasumber dan peserta, baik yang hadir secara luring maupun daring. Melalui forum ini, diharapkan sinergi antara pusat dan daerah semakin kuat dalam memperkuat kebijakan bantuan hukum nasional serta memastikan masyarakat miskin dan kelompok rentan mendapatkan akses keadilan yang inklusif.
KANWIL KEMENKUM BABEL


















