Pangkalpinang, 7 Oktober 2025 — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kepulauan Bangka Belitung (Kanwil Kemenkum Babel) bersama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum Republik Indonesia menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Minyak dan Gas Bumi dalam Mendukung Swasembada Energi (Asta Cita ke-2)” , Selasa (07/10).
Kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid ini bertujuan memperkuat peran hukum sebagai instrumen kebijakan strategis dalam mendukung kemandirian energi nasional.
Turut hadir dalam kegiatan ini Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Audi Murfi; para Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dari seluruh Indonesia; Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; Kepala Biro Hukum, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup, BPBD, serta perwakilan dari SKK Migas, PT Pertamina Patra Niaga, Babel Resources Institute (BRINST), dan akademisi dari Universitas Bangka Belitung dan Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Dari Kanwil Kemenkum Babel, Kepala Kantor Wilayah Johan Manurung, didampingi Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kaswo, Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum Rahmat Feri Pontoh, serta jajaran Tim Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum.
Dalam sambutannya, Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Audi Murfi, menyampaikan bahwa pelaksanaan FGD ini merupakan upaya strategis memperkuat sinergi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan pelaku industri dalam menyempurnakan kebijakan hukum sektor energi. Ia menegaskan bahwa hasil evaluasi hukum harus menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konkret dan implementatif guna mendukung terwujudnya swasembada energi nasional sebagaimana arah Asta Cita Presiden.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkum Babel, Johan Manurung, menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat tata kelola sektor migas, memperbaiki ketepatan sasaran distribusi BBM bersubsidi, serta mengoptimalkan potensi sumber daya migas di wilayah selatan Bangka Belitung.
“Kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat peran hukum sebagai instrumen kebijakan untuk mendukung terwujudnya swasembada energi nasional. Harmonisasi antara Peraturan Daerah tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dan kebijakan nasional perlu terus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi,” ujar Johan Manurung.
Dalam paparan Ketua Tim Kerja, disampaikan bahwa hasil analisis terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 menunjukkan masih terdapat ketidakjelasan norma, disharmoni regulasi, dan belum optimalnya kelembagaan pengawasan di sektor migas.
Ketua Tim Kerja menyoroti perlunya restrukturisasi sistem perizinan melalui mekanisme satu pintu, penguatan peran BPH Migas dan SKK Migas, serta penerapan skema kontrak bagi hasil yang memberikan kepastian hukum dan manfaat maksimal bagi negara. Rekomendasi yang dihasilkan antara lain mencakup penyederhanaan perizinan, penguatan kelembagaan pengawas, dan penerapan prinsip keberlanjutan dalam kebijakan hukum sektor energi.
Selain itu, materi yang disampaikan juga menyoroti efektivitas pengawasan penyaluran BBM bersubsidi di Bangka Belitung. Dinas ESDM Provinsi dinilai belum memiliki kewenangan dan anggaran khusus, sementara BPH Migas tidak memiliki struktur vertikal di daerah. Beberapa inovasi seperti penggunaan Fuel Card dan QR Code MyPertamina sudah diterapkan, namun masih terkendala masalah jaringan dan penyalahgunaan kartu.
Rekomendasi yang muncul dari diskusi ini adalah perlunya reformasi birokrasi, sinkronisasi kewenangan antara Kementerian ESDM dan BPH Migas, serta penguatan sistem pengawasan berbasis teknologi agar penyaluran energi lebih efektif dan transparan.
Pada sesi selanjutnya, analisis terhadap skema kontrak Gross Split dan Cost Recovery juga menjadi bahasan penting. Skema Gross Split dinilai lebih efisien dan memberikan kepastian penerimaan negara, sedangkan Cost Recovery cenderung membebani fiskal dan birokrasi.
Sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, para peserta FGD sepakat bahwa negara perlu mengelola sektor migas secara langsung melalui pembentukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) Migas yang independen serta penyusunan Undang-Undang Migas baru yang lebih sederhana, konsisten, dan memberikan kepastian hukum.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga jam tersebut ditutup oleh Dwi Agustine selaku moderator setelah sesi tanya jawab interaktif antara pemateri dan peserta, baik secara luring maupun daring.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Babel, Johan Manurung, menegaskan kembali bahwa hasil FGD ini menjadi masukan berharga dalam penguatan kebijakan hukum di sektor energi.
“Kemenkum Babel siap berperan aktif dalam penyusunan dan harmonisasi regulasi yang mendukung kebijakan energi nasional agar Bangka Belitung ikut berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian energi bangsa,” pungkasnya.
KANWIL KEMENKUM BABEL


















