
Pangkalpinang, 8 Oktober 2025 – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kepulauan Bangka Belitung (Kanwil Kemenkum Babel) mengikuti kegiatan Webinar Uji Publik RUU Pelaksanaan Pidana Mati yang diselenggarakan secara daring pada Rabu, 8 Oktober 2025, dari pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Webinar ini menjadi ajang diskusi yang melibatkan berbagai elemen terkait, termasuk pejabat pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, serta perwakilan organisasi profesi hukum di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan melalui Zoom meeting dan diikuti oleh peserta dari berbagai daerah, termasuk Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Babel, Johan Manurung, beserta jajaran.
Webinar dibuka dengan sambutan dari Wakil Menteri Hukum, Prof. Edward Omar Sharif Hiariej, yang menyampaikan bahwa penyusunan RUU ini merupakan amanat Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Dalam sambutannya, beliau menekankan bahwa terdapat perubahan paradigma dalam pelaksanaan pidana mati. Kini pidana mati dipandang sebagai pidana bersyarat dengan masa percobaan, bukan lagi hukuman mutlak. Prof. Edward juga menjelaskan bahwa RUU ini dimaksudkan untuk menggantikan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, yang sudah tidak relevan dengan perkembangan hukum modern. Tujuan utama dari RUU ini adalah memastikan pelaksanaan pidana mati dapat dilakukan secara manusiawi, serta menjamin perlindungan hak asasi manusia bagi terpidana.
Beliau juga menyoroti pentingnya komprehensifnya pengaturan dalam RUU ini, yang mencakup berbagai tahapan pelaksanaan pidana mati, mulai dari penetapan, pemberitahuan, eksekusi, hingga penanganan jenazah. RUU ini juga memperkenalkan mekanisme masa percobaan, yang memungkinkan terpidana mati untuk mengubah hukumannya menjadi seumur hidup, sesuai dengan keputusan Presiden.
Selanjutnya, Dr. Asep N. Mulyana, Plt. Wakil Jaksa Agung, menegaskan pentingnya peran hakim dalam pengawasan dan pelaksanaan pidana mati agar sesuai dengan hukum dan prinsip kemanusiaan. Menurutnya, pidana mati harus ditempatkan sebagai ultimum remedium, yaitu upaya terakhir setelah semua jalan hukum lainnya ditempuh. Dalam konteks ini, hakim berperan dalam memberikan kesempatan bagi terpidana untuk memperbaiki diri, sehingga pelaksanaan hukuman menjadi bagian dari proses rehabilitasi yang lebih manusiawi.
Perwakilan Kepolisian RI, Kombes Pol. Toni Binsar, yang hadir dalam webinar tersebut, menyatakan kesiapan Polri untuk melaksanakan eksekusi pidana mati sesuai dengan peraturan yang berlaku, dengan tetap menjunjung tinggi asas legalitas dan perlindungan hak asasi manusia. Ia juga mengusulkan pentingnya penguatan hak-hak terpidana menjelang eksekusi, termasuk hak atas kesehatan, bantuan hukum, dan kunjungan keluarga, sebagai bagian dari perlindungan terhadap martabat manusia.
Dalam sesi diskusi, para peserta menyoroti pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam RUU ini, terutama dalam hal perlindungan hak-hak dasar terpidana. Beberapa akademisi dan praktisi hukum menyatakan bahwa meskipun pidana mati tetap diterapkan, penting bagi sistem hukum untuk tetap menjaga keseimbangan antara ketegasan hukum dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pendekatan ini harus memastikan bahwa hak-hak terpidana tetap terlindungi, serta memberikan peluang bagi mereka untuk memperbaiki diri.
Selain itu, ada juga diskusi tentang pentingnya regulasi yang adaptif untuk mengakomodasi kebutuhan dunia usaha dan masyarakat, sekaligus memperkuat koordinasi antar lembaga penegak hukum agar pelaksanaan hukum berjalan lebih transparan dan akuntabel. Diskusi ini menghasilkan kesimpulan bahwa RUU ini merupakan langkah strategis reformasi hukum pidana menuju pelaksanaan pidana mati yang lebih transparan, akuntabel, dan menjunjung tinggi martabat manusia.
Kanwil Kemenkum Babel diwakili oleh Kepala Kantor Wilayah, Johan Manurung, Kepala Divisi P3H, Rahmat Feri Pontoh, serta beberapa JFT, JFU, dan CPNS. Johan Manurung menyampaikan bahwa kegiatan ini memberikan banyak wawasan baru dalam hal pelaksanaan pidana mati yang lebih manusiawi, serta pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan hukum yang adil dan bijaksana. Menurut Johan, kanwil sangat mendukung pelaksanaan reformasi hukum ini yang bertujuan memperkuat sistem hukum Indonesia, serta memastikan bahwa setiap tindakan hukum dilaksanakan dengan memperhatikan hak asasi manusia.
Menutup kegiatan, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Babel, Johan Manurung, menyampaikan:
"Webinar ini sangat penting bagi kami di Kanwil Kemenkum Babel, karena memberikan pandangan yang lebih luas mengenai penerapan pidana mati secara manusiawi. Dengan adanya pembahasan yang mendalam tentang aspek hukum, hak asasi manusia, serta langkah-langkah untuk memastikan pelaksanaan pidana mati sesuai dengan prinsip kemanusiaan, kami berharap dapat lebih memahami kebijakan ini dan mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut dalam pekerjaan kami sehari-hari, demi mencapai keadilan yang seimbang dan menghormati hak-hak setiap individu," ujar Johan Manurung.
Kegiatan ini menjadi salah satu langkah penting dalam reformasi hukum pidana Indonesia, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perumusan hukum yang lebih baik. RUU ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi sistem peradilan pidana yang lebih manusiawi, tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat dan negara. Dengan pendekatan yang lebih transparan dan akuntabel, RUU ini berpotensi membawa perubahan positif bagi sistem peradilan pidana di Indonesia.
KANWIL KEMENKUM BABEL





















